
Kabupaten Cianjur
Cianjur beralih ke
halaman ini. Untuk kota
yang bernama sama,
lihat Cianjur (kota).
Untuk kegunaan lain,
lihat Cianjur
(disambiguasi).
Kabupaten Cianjur
Lambang Kabupaten
Cianjur
Peta lokasi Kabupaten
Cianjur
Koordinat :
Motto
Cianjur Bersemi dan
Gerbang Marhamah
Provinsi
Jawa Barat
Ibu kota
Cianjur
Luas
3.432,96 km²
Penduduk
· Jumlah
2.149.121 (2007)[1]
· Kepadatan
626 jiwa/km²
Pembagian
administratif
· Kecamatan
30
· Desa/kelurahan
348
Bupati
Drs. H. Tjetjep Muchtar
Soleh,MM
Kode area telepon
0263
Situs web resmi: http://
www.cianjurkab.go.id/
Kabupaten Cianjur,
adalah sebuah kabupaten
di Provinsi Jawa Barat,
Indonesia. Ibukotanya
adalah Cianjur. Kabupaten
ini berbatasan dengan
Kabupaten Bogor dan
Kabupaten Purwakarta di
utara, Kabupaten Bandung
dan Kabupaten Garut di
timur, Samudra Hindia di
selatan, serta Kabupaten
Sukabumi di barat.
Pembagian administratif
Kabupaten Cianjur terdiri
atas 32 Kecamatan, 342
Desa dan 6
Kelurahan.Pusat
pemerintahan di
Kecamatan Cianjur.
Topografi
Sebagian besar wilayah
Cianjur adalah
pegunungan, kecuali di
sebagian pantai selatan
berupa dataran rendah
yang sempit.
Lahan-lahan pertanian
tanaman pangan dan
hortikultura, peternakan,
perikanan, perkebunan
dan kehutanan
merupakan sumber
kehidupan bagi
masyarakat. Keadaan itu
ditunjang dengan
banyaknya sungai besar
dan kecil yang dapat
dimanfaatkan sebagai
sumber daya pengairan
tanaman pertanian.
Sungai terpanjang di
Cianjur adalah Sungai
Cibuni, yang bermuara di
Samudra Hindia.
Dari luas wilayah
Kabupaten Cianjur
350.148 hektar,
pemanfaatannya meliputi
83.034 Ha (23,71 %)
berupa hutan produktif
dan konservasi, 58,101 Ha
(16,59 %) berupa tanah
pertanian lahan basah,
97.227 Ha (27,76 %)
berupa lahan pertanian
kering dan tegalan, 57.735
Ha (16,49 %) berupa tanah
perkebunan, 3.500 Ha
(0,10 %) berupa tanah dan
penggembalaan /
pekarangan, 1.239 Ha
(0,035 %) berupa
tambak / kolam, 25.261
Ha (7,20 %) berupa
pemukiman / pekarangan
dan 22.483 Ha (6.42 %)
berupa penggunaan lain-
lain.
Asal mula
Tiga abad silam
merupakan saat
bersejarah bagi Cianjur.
Karena berdasarkan
sumber - sumber tertulis ,
sejak tahun 1614 daerah
Gunung Gede dan Gunung
Pangrango ada di bawah
Kesultanan Mataram.
Tersebutlah sekitar
tanggal 12 Juli 1677,
Raden Wiratanu putra R.A.
Wangsa Goparana Dalem
Sagara Herang
mengemban tugas untuk
mempertahankan daerah
Cimapag dari kekuasaan
kolonial Belanda yang
mulai menanamkan
kekuasaan di tanah
nusantara. Upaya
Wiratanu untuk
mempertahankan daerah
ini juga erat kaitannya
dengan desakan Belanda /
VOC saat itu yang ingin
mencoba menjalin
kerjasama dengan Sultan
Mataram Amangkurat I.
Namun sikap patriotik
Amangkurat I yang tidak
mau bekerjasama dengan
Belanda / VOC
mengakibatkan ia harus
rela meninggalkan
keraton tanggal 12 Juli
1677. Kejadian ini
memberi arti bahwa
setelah itu Mataram
terlepas dari wilayah
kekuasaannya.
Pada pertengahan abad ke
17 ada perpindahan
rakyat dari Sagara Herang
yang mencari tempat baru
ke pinggiran sungai untuk
bertani dan bermukim.
Babakan atau kampoung
mereka dinamakan
menurut nama sungai
dimana pemukiman itu
berada. Seiring dengan itu
Raden Djajasasana putra
Aria Wangsa Goparana
dari Talaga keturunan
Sunan Talaga, terpaksa
meninggalkan Talaga
karena masuk Islam,
sedangkan para Sunan
Talaga waktu itu masih
kuat memeluk Hindu.
Sebagaimana daerah
beriklim tropis, maka di
wilayah Cianjur utara
tumbuh subur tanaman
sayuran, teh dan tanaman
hias. Di wilayah Cianjur
Tengah tumbuh dengan
baik tanaman padi, kelapa
dan buah-buahan.
Sedangkan di wilayah
Cianjur Selatan tumbuh
tanaman palawija,
perkebunan teh, karet,
aren, cokelat, kelapa serta
tanaman buah-buahan.
Potensi lain di wilayah
Cianjur Selatan antara lain
obyek wisata pantai yang
masih alami dan
menantang investasi.
Aria Wangsa Goparana
kemudian mendirikan
Nagari Sagara Herang dan
menyebarkan Agama
Islam ke daerah
sekitarnya. Sementara itu
Cikundul yang sebelumnya
hanyalah merupakan sub
nagari menjadi Ibu Nagari
tempat pemukiman rakyat
Djajasasana. Beberapa
tahun sebelum tahun
1680 sub nagari tempat
Raden Djajasasana disebut
Cianjur (Tsitsanjoer-
Tjiandjoer).
Regent Cianjur dan
isterinya naik mobil di
depan kediaman mereka
di tahun 1920-an
Filosofi
Cianjur memiliki filosofi
yang sangat bagus, yakni
ngaos, mamaos dan
maenpo yang
mengingatkan pada kita
semua tentang 3 (tiga)
aspek keparipurnaan
hidup.
1. Ngaos adalah tradisi
mengaji yang
mewarnai suasana
dan nuansa Cianjur
dengan masyarakat
yang dilekati dengan
keberagamaan. Citra
sebagai daerah
agamis ini konon
sudah terintis sejak
Cianjur lahir sekitar
tahun 1677 dimana
wilayah Cianjur ini
dibangun oleh para
ulama dan santri
tempo dulu yang
gencar
mengembangkan
syiar Islam. Itulah
sebabnya Cianjur
juga sempat
mendapat julukan
gudang santri dan
kyai. Bila di tengok
sekilas sejarah
perjuangan di tatar
Cianjur jauh sebelum
masa perang
kemerdekaan,
bahwa kekuatan-
kekuatan perjuangan
kemerdekaan pada
masa itu tumbuh
dan bergolak pula di
pondok-pondok
pesantren. Banyak
pejuang-pejuang
yang meminta restu
para kyai sebelum
berangkat ke medan
perang. Mereka baru
merasakan lengkap
dan percaya diri
berangkat ke medan
juang setelah
mendapat restu para
kyai.
2. Mamaos adalah seni
budaya yang
menggambarkan
kehalusan budi dan
rasa menjadi perekat
persaudaraan dan
kekeluargaan dalam
tata pergaulan
hidup. Seni mamaos
tembang sunda
Cianjuran lahir dari
hasil cipta, rasa dan
karsa Bupati Cianjur
R. Aria Adipati
Kusumahningrat
yang dikenal dengan
sebutan Dalem
Pancaniti. Ia menjadi
pupuhu ( pemimpin)
tatar Cianjur sekitar
tahun 1834-1862.
Seni mamaos ini
terdiri dari alat
kecapi indung
(Kecapi besar dan
Kecapi rincik (kecapi
kecil) serta sebuah
suling yang
mengiringi
panembanan atau
juru. Pada umumnya
syair mamaos ini
lebih banyak
mengungkapkan
puji-pujian akan
kebesaran Tuhan
dengan segala hasil
ciptaan-Nya.
3. Sedangkan Maen Po
adalah seni bela diri
pencak silat yang
menggambarkan
keterampilan dan
ketangguhan.
Pencipta dan
penyebar maen po
ini adalah R.
Djadjaperbata atau
dikenal dengan
nama R. H. Ibrahim,
aliran ini mempunyai
ciri permainan rasa
yaitu sensitivitas
atau kepekaan yang
mampu membaca
segala gerak lawan
ketika anggota
badan saling
bersentuhan. Dalam
maenpo dikenal ilmu
Liliwatan
(penghindaran) dan
Peupeuhan (pukulan)
.
Apabila filosofi tersebut
diresapi, pada hakekatnya
merupakan symbol rasa
keber-agama-an,
kebudayaan dan kerja
keras. Dengan keber-
agama-an sasaran yang
ingin dicapai adalah
terciptanya keimanan dan
ketaqwaan masyarakat
melalui pembangunan
akhlak yang mulia.
Dengan kebudayaan,
masyarakat cianjur ingin
mempertahankan
keberadaannya sebagai
masyarakat yang
berbudaya, memiliki adab,
tatakrama dan sopan
santun dalam tata
pergaulan hidup. Dengan
kerja keras sebagai
implementasi dari filosofi
maenpo, masyarakat
Cianjur selalu menunjukan
semangat keberdayaan
yang tinggi dalam
meningkatkan mutu
kehidupan. Liliwatan,
tidak semata-mata
permainan beladiri dalam
pencak silat, tetapi juga
ditafsirkan sebagai sikap
untuk menghindarkan diri
dari perbuatan yang
maksiat. Sedangkan
peupeuhan atau pukulan
ditafsirkan sebagai
kekuatan didalam
menghadapi berbagai
tantangan dalam hidup.
Beras
Pandan Wangi katanya
beras asli Cianjur
merupakan satu-satunya
beras wangi beraroma
pandan yaitu beras yang
merupakan satu-satunya
beras terbaik yang tidak
ditemukan di daerah lain
dan menjadi khas Cianjur.
Rasanya enak (pulen) dan
harganya pun relatif lebih
tinggi dari beras biasa. Di
Cianjur sendiri, pesawahan
yang menghasilkan beras
asli Cianjur ini hanya di
sekitar Kecamatan
Warungkondang,
Cugenang dan sebagian
Kecamatan Cianjur.
Luasnya sekitar 10,392 Ha
atau 10,30% dari luas
lahan persawahan di
Kabupaten Cianjur.
Produksi rata-rata per
hektar 6,3 ton dan
produksi per-tahun 65,089
ton. Kecamatan Pacet dan
Cipanas menghasilkan
sayur-sayuran antara lain
Wortel, Bawang daun,
Brocoli, Buncis, Kol,
Terung, Aneka Cabe,
Kailan, Bit, Paprika merah
& hijau, Jagung manis,
Tomat, Poling, Jamur,
Slada, Timun Jepang dan
lain lain.
Demografi
Kabupaten Cianjur,
menurut Sensus Penduduk
2000, berpenduduk
1.931.480 jiwa, terdiri dari
penduduk laki-laki
sebanyak 982.164 jiwa
dan perempuan 949.676
jiwa dengan laju
pertumbuhan penduduk
2,23 %.
Kecamatan yang jumlah
penduduknya terbesar
adalah Kecamatan Pacet
sebanyak 170.224 jiwa
dan Kecamatan Cianjur
sebanyak 140.374 jiwa.
Kecamatan lainnya yang
jumlah penduduknya
diatas 100.000 jiwa
adalah Kecamatan Cibeber
(105.0204 jiwa),
Kecamatan
Warungkondang (101.580
jiwa) dan Kecamatan
Karangtengah (123.158
jiwa). Kecamatan yang
jumlah penduduknya
terkecil adalah Kecamatan
Cikadu sebanyak 36.212
jiwa. Kecamatan lainnya
yang jumlah penduduknya
antara 40.000 - 50.000
jiwa adalah Kecamatan
Sindangbarang, Takokak,
dan Sukanagara.
Ekonomi
Lapangan pekerjaan
penduduk Kabupaten
Cianjur di sektor pertanian
yaitu sekitar 62.99 %.
Sektor pertanian
merupakan penyumbang
terbesar terhadap Produk
Domestik Regional Bruto
(PDRB) yaitu sekitar 42,80
%. Sektor lainnya yang
cukup banyak menyerap
tenaga kerja adalah sektor
perdagangan dan jasa
yaitu sekitar 14,60%. dan
pengiriman pembantu
30%
Kepadatan penduduk
Dengan kepadatan
penduduk tidak merata:
1. 63,90 % di wilayah
utara dengan luas
wilayah 30,78 %
2. 19,19 % di wilayah
tengah dengan luas
wilayah 28,25 %
3. 17,12 % di wilayah
selatan dengan luas
wilayah 40,70 %
Agama
Penduduk Kabupaten
Cianjur dikenal sebagai
masyarakat yang religius
dengan mayoritas
penduduknya memeluk
agama Islam yang
mencapai 98 %,
sedangkan penduduk non
muslim mencapai 2 %,
dengan rincian sebagai
berikut:
1. Penduduk beragama
Islam = 1.893.203
orang (98 %)%
2. Penduduk beragama
Kristen = 32.841
orang (1,7 %)
3. Penduduk beragama
Budha dan Hindu =
5.796 orang ( 0,3 %)
Tingkat partisipasi usia
sekolah
1. Angka Partisipasi
Kasar SD/MI Tahun
2000 mencapai
84,52 %
2. Angka Pastisipasi
Kasar SMTP mencapai
38,50 %
3. Angka Partisipasi
Kasar SMTA mencapai
11,98 %
Indikasi peningkatan
derajat kesehatan
masyarakat
1. Angka Kematian Ibu
(AKI) saat ini
mencapai 373 per
100.000 kelahiran ,
turun dari keadaan
tahun-tahun
sebelumnya sebesar
420 per 100.000
kelahiran.
2. Angka Kematian Bayi
(AKB) mencapai
62,00 per 1.000
kelahiran hidup,
turun dari keadaan
tahun-tahun
sebelumnya sebesar
65,38 per 1.000
kelahiran hidup.
3. Angka Harapan Hidu
(AHH) mencapai rata-
rata 66,45 tahun,
naik dari keadaan
tahun-tahun
sebelumnya sebesar
62 tahun.
Sumber: Pemerintah
Kabupaten Cianjur
Transportasi
Suasana Cianjur
Ibukota kabupaten Cianjur
dilintasi jalan nasional
( Jakarta-Bogor-Bandung),
serta jalur kereta api
Jakarta-Bogor- Sukabumi-
Cianjur.
Perjalanan ke Cianjur
biasanya ditempuh
melalui jalan darat, jika
dari Jakarta bisa melewati
jalur Puncak, jalur
Sukabumi atau jalan
alternatif melalui Jonggol
Bupati/Dalem
1. R.A. Wira Tanu I
(1677-1691)
2. R.A. Wira Tanu II
(1691-1707)
3. R.A. Wira Tanu III
(1707-1727)
4. R.A. Wira Tanu Datar
IV (1927-1761)
5. R.A. Wira Tanu Datar
V (1761-1776)
6. R.A. Wira Tanu Datar
VI (1776-1813)
7. R.A.A. Prawiradiredja
I (1813-1833)
8. R. Tumenggung
Wiranagara
(1833-1834)
9. R.A.A.
Kusumahningrat
(Dalem Pancaniti)
(1834-1862)
10. R.A.A. Prawiradiredja
II (1862-1910)
11. R. Demang Nata
Kusumah
(1910-1912)
12. R.A.A.
Wiaratanatakusuma
h (1912-1920)
13. R.A.A. Suriadiningrat
(1920-1932)
14. R. Sunarya
(1932-1934)
15. R.A.A. Suria Nata
Atmadja
(1934-1943)
16. R. Adiwikarta
(1943-1945)
17. R. Yasin Partadiredja
(1945-1945)
18. R. Iyok Mohamad
Sirodj (1945-1946)
19. R. Abas
Wilagasomantri
(1946-1948)
20. R. Ateng Sanusi
Natawiyoga
(1948-1950)
21. R. Ahmad
Suriadikusumah
(1950-1952)
22. R. Akhyad Penna
(1952-1956)
23. R. Holland
Sukmadiningrat
(1956-1957)
24. R. Muryani
Nataatmadja
(1957-1959)
25. R. Asep Adung
Purawidjaja
(1959-1966)
26. Letkol R. Rakhmat
(1966-1966)
27. Letkol Sarmada
(1966-1969)
28. R. Gadjali
Gandawidura
(1969-1970)
29. Drs. H. Ahmad
Endang (1970-1978)
30. Ir. H. Adjat Sudrajat
Sudirahdja
(1978-1983)
31. Ir. H. Arifin Yoesoef
(1983-1988)
32. Drs. H. Eddi Soekardi
(1988-1996)
33. Drs. H. Harkat
Handiamihardja
(1996-2001)
34. Ir. H. Wasidi
Swastomo, Msi
(2001-2006)
35. Drs. H. Tjetjep
Muchtar Soleh, MM
(2006-2011)
Referensi
1. ^ http://
jabar.bps.go.id/
Tabel/penduduk/
JumlahPenduduk.ht
ml
Jumlah penduduk
Kabupaten Cianjur
tahun 2007 versi BPS
Provinsi Jawa Barat
Leave a Comment